Tuesday, September 23, 2008

Bagaimana Kita

BAGAIMANA KITA

jika saja kita punya kuasa
untuk menarik tuas waktu
apakah kita akan longgarkan bautnya
demi sesuatu?

kita melintasi batas horison
yang memisahkan tiga belas petak waktu
mengukur
meraba
mengutuk sumpah

kita mencekik sesak
muntah di atas pualam mengilap
menunduk, mengulur sumpah
menjahit kurva lengkung sempurna

kita kehilangan sayap
mendengar sayup-sayup, senyap
mendengking, nyaring
terbahak
dihujani teriak
namun kita bertahan di tepi jurang
memanjat sulur-sulur harapan
rindu pada bulan keenam

ini bukan kisah
tentang bagaimana aku
merangkak, tertatih, tertusuk duri

ini bukan cerita
tentang bagaimana kamu
kosong hampa, terbata, tercabik durja

karena ini kisah
tentang bagaimana kita
menorehkan senyum Indonesia
pada dunia

9/16/2008 (c) copyright 2008 by daunitem

***
Ini weekend yang kesekian, dan untuk kali ini aku terdampar di ibukota USA. Washington at District of Columbia. Setelah mengikuti 9/11 Unity Walk bersama beberapa exchange student yang juga di host di Virginia, aku diberi waktu 5 menit sebelum kami semua pulang ke Richmond buat jalan-jalan di Mahatma Gandhi Memorial Park yang masih berada di sekitar Massachusetts Avenue. Well, sebenernya ini keinginan Pradnya yang aslinya emang orang India untuk jalan kesana. Karena aku juga mau, pada akhirnya aku gak sengaja ikut.

Berniat ngasih makan piaraan (baca : kamera), aku masuk ke dalam mobil dan dibawa ke Gandhi Memorial oleh salah satu pasangan suami istri di gereja *jih, lupa namanya bok* dan mendarat di Gandhi Memorial dengan selamat *halah* Pradnya yang udah diselubungi rasa antusias tingkat nyenggol atep sibuk ambil foto sana-sini. Aku duduk di depan patung Gandhi, minta Pradnya foto aku sekali, trus nungguin deh. Dan saat itu, aku ga sadar seseorang sudah ngamatin aku dari tadi, dan pada akhirnya dia menyapa...

"Hey, are you Indonesian?"
Cengo. Aku nolehin kepala ke seorang wanita yang usianya sekitar 30 tahunan, rambutnya pirang. Aku cuman ngangguk dan menjawab dengan nada heran : "How do you know?" Dan anehnya, si Nona ini cuma senyum misterius. Kemudian jawaban dia selanjutnya bikin rahang bawah aku ketarik gravitasi bumi.

"Saya sudah pernah ke Indonesia sekitar 10 tahun yang lalu. Saya mengunjungi Bali."
Wah, ini surprise. Aku ngangguk dengan antusias dan nanya apa dia bisa berbahasa Indonesia dengan lancar, dan dia jawab "sedikit-sedikit". Aku tebak, mungkin dia nyangka aku orang Indonesia karena jilbab motif batik yang aku pake! Aku langsung menjelaskan kalau aku exchange student dan tinggal di Virginia selama tahun akademik ini. Dia excited. Lalu memperkenalkan diri dengan nama Sarah. Aku, yang udah gatel pengen buka obrolan panjang dan banyak dengan Miss Sarah, ikut memperkenalkan diri. Tapi waktu yang kupunya kurang dari 5 menit. Sebelum magrib, rombongan kami harus segera meninggalkan DC kalo ga mau telat nyampe di Virginia. Di saat terakhir itu, Sarah senyum lagi dan bilang dengan logat bulenya yang terbata-bata.

"Saya suka dengan negara kamu." Dia menjeda kalimat. "Negara kamu cantik."
Setelah menemui beberapa orang yang tak tertarik sama sekali dengan Indonesia, setelah bertemu dengan mereka yang "Saya tidak akan pernah tahu bahwa Indonesia itu ada andaikan tadi kamu tidak bilang", atau di tengah kebingungan karena semangat yang naik turun, atau kekhawatiran segala sesuatu akan menjadi lebih buruk lagi, mendengar kalimat itu keluar dari bibir orang asing di negara asing, euh, rasanya seperti diperciki air di muka pas lagi ngantuk. ^^

Aku terbata-bata bilang terima kasih. Sebelum pada akhirnya Pradnya datang dan bilang kami harus kembali ke gereja tempat kami menginap. Rasanya badanku sudah lengket dan nempel ke kursi batu itu, tapi aku harus pulang sekarang. Aku berdiri dan berjalan ke arah mobil. Melambai ke Sarah. Merasa segala sesuatu terasa lebih baik.

Tinggal sembilan bulan lagi...

---

ditulis oleh Ririn
hosted by PAX at Petersburg, Virginia

postscript : Ini kerjaan iseng hampir-tengah-malam ^^
visit my blog









1 comment: